Assalamu’alaikum
Warohmatullohiwabarokaatuuh..
Selamat malam pembaca,
BTW ini Bekasi lagi
dingin-dinginnya, Brrr.. Padahal musim kemarau, hujan sudah lama tak nampak.
Pertama-tama aku turut berduka atas gempa bumi berkekuatan 7 SR yang melanda
Lombok Utara kemarin malam. Semoga korban segera diberi kesembuhan dan korban
yang meninggal ditempatkan di tempat terbaik di sisiNya. Untuk keluarga semoga
diberikan ketabahan, dan semoga tidak ada lagi gempa susulan. Aamiin.
Senam jari kali ini aku mau
cerita kalo adikku yang bungsu dan satu-satunya itu hari kamis besok bakal
berangkat ke Asrama IPB untuk melanjutkan studi di IPB jurusan Ilmu Komputer.
Beberapa malam aku mikirin apa dia bisa nanti jauh dari orang tua, secara cuma dia
yang sekolah SMA-nya ngga melanjutkan tradisi kakak-kakaknya ngekost. Di satu
sisi aku juga sedih karena ibu ditinggal lagi, kenapa setelah dewasa
anak-anaknya malah menjauh termasuk aku. Lalu ibu bercerita tentang susahnya
kehidupan dahulu dari anak pertama sampai anak kedua bagaimana ketika punya
keinginan kuat bersekolah. Dari sana aku jadi berpikir..
Ada anak pertama dengan segala
sesuatunya yang serba pertama, serba baru, anak pertama juga hadiah pertama
bagi Ibu dan Bapak untuk mereka menjadi orang tua. Kasih sayang orang tua masih
utuh tercurah padanya. Ada anak kedua dengan kelahirannya nomor dua, segala
sesuatunya memiliki pertimbangan dengan perbandingan anak pertama, tapi kehadirannya kembali membahagiakan orang
tua meskipun hanya sebagai urutan kedua. Momen yang didapat anak kedua biasanya
tak sebaru anak pertama, nenekpun bahkan sudah tua (Ya kalo nenek ngga tuamah
namanya bukan nenek, hehehe). Ada juga anak bungsu dengan kedatangannya yang
terakhir, tapi harus hanya merasakan 3 tahun setengah saja kasih sayang bapak
karena bapak pergi duluan. Meski dari segi materi berkecukupan karena anak
pertama dan kedua sudah bekerja, akan tetapi bungsu ini tumbuh di paling akhir,
bahkan ibupun sudah menua.
Di balik itu semua ada hal-hal
lain yang melengkapi awalnya. Anak pertama yang secara otomatis memikul beban
menjadi kakak tertua saat Bapak tiada, melalui tangannya Allah berikan rizki
kepadanya yang insya Allah menjadi pahala jariyahnya karena adik-adiknya bisa
tumbuh dewasa dengan baik-baik. Tidak mudah menjadi anak pertama yang harus
selalu jadi dewasa, padahal mungkin saja setiap orang dewasa juga butuh ruang
untuk menjadi childish, bahkan untuk menangisi cita-cita melanjutkan pendidikan
selepas lulus SMK yang hampir kandas. Tapi Allah dengan segala kuasanya, meski
menanggung beban untuk keluarganya, Anak pertama ini masih bisa melanjutkan
pendidikan karena beasiswa dari tempatnya bekerja. Alhamdulillah..
Anak kedua yang masih remaja kala
itu dan hampir kehilangan mimpi dan cita-citanya. Menjalani hidup tanpa mimpi
asal bisa sekolah SMP dan lulus SMK baginya tidaklah mudah. Tapi dengan kuasa
Allah kembali, anak tengah ini masih bisa melanjutkan pendidikan selepas SMK dengan
tenaganya sendiri. Menjalani posisi yang berada di tengah juga tidak mudah,
sewaktu-waktu dia harus menjadi adik bagi kakaknya, tapi dalam waktu yang sama
pula dia harus bisa menjadi kakak untuk adiknya. Berada di tengah itu posisi
sulit, kamu ngga selalu bisa mendeklarasikan ketika kamu putih, juga ngga
selalu bisa mengekpresikan ketika kamu hitam.
Sedangkan si bungsu yang nongol
terakhir dengan segalanya yang serba terakhir, juga hadir menyempurnakan
semuanya. Dia harus bisa menjadi dirinya ketika memikul beban di sekolah,
misalnya ketika kakak pertama dan kedua lumayan baik juga di sekolah, seolah
lingkungan menganggap biasa saja ketika dia juga bersinar. “Ohh.. si bungsu ini
predikat A, pantesan aja kan kakak-kakaknya dulu juga begitu.” Padahal jelas
kesulitan belajar setiap zaman itu berbeda. Maka ketika si bungsu bisa bersinar
itu bukan berarti karena dulu kakak-kakaknya juga begitu. Akan tetapi itu bisa
terjadi karena dia juga melakukan usahanya sendiri. Akhirnya si Bungsu ini
masuk IPB juga lewat jalur prestasi, generasi pertama dari kami bertiga yang
bisa kuliah beneran di PTN dengan segala kesempatan yang ada.
Tapi pada akhirnya aku bisa menyimpulkan bahwa setiap anak lahir dan datang dalam hidup dengan berbagai
kesempatan terbaiknya. Kita ngga bisa memilih ingin menjadi sulung, tengah,
atau bungsu, dengan segala resiko, beban, dan kesempatan terbaiknya. Hidup
adalah penerimaan, menerima atas semuanya ketika apa yang kita pilih sesuai
ataupun tidak sesuai dengan takdir. Harapannya adalah, tiga anak beda generasi
ini semoga selalu bisa membuat Ibunya tersenyum bahagia dalam berbagai keadaan.
Begitu juga dengan kamu dan generasi di atas atau di bawah kamu. Aamiin. :)
Bekasi, 9:11 PM
6 Agustus 2018
Bekasi, 9:11 PM
6 Agustus 2018
No comments:
Post a Comment
Please keep our comment polite :)