Wisata Kota Tua “Kotu” Jakarta
Belum
ke Jakarta rasanya kalau belum pernah menginjakkan kaki di Kota Tua. Salah satu icon kota Jakarta ini pada masa
pemerintahan dulunya merupakan pusat pemukiman penting, pusat kota dan pusat
perdagangan sejak abad ke-16. Sekarang Kota Tua ramai menjadi tempat wisata di
mana orang-orang bersepeda, wisata sejarah, atau sekedar makan kerak telor dan
minum es selendang mayang.
Aku
mengunjungi Kota Tua untuk belajar travel writing bersama komunitas Forum
Lingkar Pena Bekasi. Ini adalah kali ketiga aku ke sana. Untuk bisa sampai ke
lokasi bisa menggunakan KRL jurusan stasiun kota (dulunya stasiun Beos) atau
menggunakan bus Trans Jakarta berhenti si halte stasiun kota. Kami ke sana
memasuki museum seni htmnya Rp5000 untuk orang dewasa. Di dalamnya kita bisa
melihat lukisan-lukisan batik Indonesia dan pahatan-pahatan patung. Sejujurnya
aku tidak terlalu berjiwa seni apalagi urusan pahatan atau lukis, tetapi di
lukisan itu kita bisa melihat betapa originalnya sebuah karya dan ternyata
susah sekali mengerti alur polanya.
Selesai
berkeliling dari museum seni kami melanjutkan berputar-putar di lapangan di
mana orang-orang masih asyik bersepeda. Kemudian kami memutuskan untuk
mengunjungi salah satu museum yang terbesar di kawasan Kota Tua yaitu museum
Fatahillah. Museum ini dulunya adalah balai kota Jakarta. Museum yang satu ini
lumayan sejuk karena di dalamnya terdapat AC.
Di dalamnya dipamerkan patung-patung wanita dengan tema mode wanita muslim
di Eropa.
Berjalan
lebih jauh lagi kita akan dihadapkan pada miniatur-miniatur kaca yang
didalamnya digambarkan lokasi pusat perdagangan Batavia, miniatur kapal
Belanda, serta deskripsi-deskripsi lain yang menjelaskan peradaban di era abad
ke-16. Tapi ada satu yang menarik perhatian kami di bawah tanah terdapat
beberapa bilik penjara. Karena penasaran maka kamipun mengunjungi penjara bawah
tanah tersebut. Konon, penjara tersebut diperuntukkan bagi kaum pribumi yang
melawan. Namun jika hendak kesana harus bersabar karena udaranya yang agak
tidak enak menusuk hidung. Ukuran penjaranyapun sangat mungil berbentuk elips.
Di dalamnya terdapat bola-bola dari batu yang dulunya katanya digunakan untuk
mengikat kaki tahanan agar tidak kabur.
Penjara bawah tanah |
Sejenak
aku berpikir dulu untuk dapat hidup bebas dan merdeka di tanah kelahiran
sendiri begitu beratnya. Pasti mental, jiwa, dan raga harus sangat kuat hidup
di zaman itu. Namun menyesali juga mengapa di era kemerdekaan ini sebagai anak
muda kita belum bisa memberikan kontribusi apa-apa kepada Indonesia. Kebanyakan
mayoritas kita hanya sibuk dengan hal-hal yang tidak berfaedah dan meributkan
hal-hal kecil sehingga memancing menjadi permusuhan yang besar. Padahal orang
dulu itu susah payah menghimpun persatuan dan kesatuan warga negara untuk bisa
hidup layak dan merdeka di tanah air Indonesia tercinta ini.
Jika
ingin berjalan lebih jauh lagi sebaiknya menyewa sepeda ontel kurang lebih
berkisar Rp30.000 untuk berdua. Kita bisa berkeliling ke toko merah, pelabuhan
sunda kelapa, museum bahari, dan masih banyak lagi. Travelling jauh itu perlu
untuk penyegaran pikiran, tetapi travelling sejarah juga penting untuk bisa
mengetahui apa yang terjadi di masa lalu dan merasakan perjuangan orang-orang
dahulu untuk memerdekakan tempat yang kita tinggali saat ini.
No comments:
Post a Comment
Please keep our comment polite :)